Minggu, 13 Mei 2012

Sistem Manajemen Dana Bank umum


Nama         : slamet riyadi
Prodi         : keuangan dan perbankan syariah


Sistem Manajemen Dana Bank umum

1.      Bank dan Pembangunan Ekonomi
Bank disebut sebagai agent of development  alat pemerintah dalam membangun perekonomian bangsa melalui pembiayaan semua jenis usaha pembangunan.
2.      Bank dan Kebijaksanaan Moneter
      “Bank adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan  kredit dan jasa – jasa dalam lalulintas pembayaran dan peredaran uang” .
            Kebijaksanaan moneter dimaksudkan untuk mendorong pembentukan tabungan masyarakat, kemudian menyalurkan kembali tabungan tersebut melalui lembaga keuangan dalam bentuk penyediaan uang dan kredit atau sering diistilahkan alokasi tabungan ke dalam investasi. 
3.      Bank dan Penciptaan Uang
Uang yang beredar di masyarakat tidak hanya uang kartal (uang kertas dan logam), tetapi  juga uang giral seperti cek dan bilyet giro. Tiga cara bank menciptakan uang giral, yaitu dengan cara substitusi, exchange of claim dan transformasi.
Substitusi artinya pengganti. Dalam kaitan dengan uang,adalah penggantian uang kartal dengan uang giral oleh bank.
Exchange of claim yaitu bank memberikan kredit kepada nasabahnya, tetapi bank tidak memberikan uang tunai kepada nasabahnya melainkan dengan membuka suatu rekening, baik rekening giro maupun rekening khusus pinjaman dengan mencantumkan  saldo kredit, dan untuk itu kepada nasabah diberikan buku cek untuk bisa digunakan kapan dia mau untuk  menguangkan kredit tersebut. Jadi kredit diberikan dalam uang giral  tidak dalam bentuk uang kartal.
Transformasi adalah dengan menuangkan uatng pihak ketiga baik swasta maupun pemerintah. Misalnya nasabah menjual surat – surat berharganya kepada bank. Bank membeli surat berharga tersebut dan tidak membayar dalam uang tunai melainkan dengan menambahkan saldo kepada rekening nasabah sehingga rekening nasabah bertambah sebesar harga yang disepakati atas surat berharga tersebut.
4.      Bank dan ekonomi masyarakat
Ekonomi masyarakat akan tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan dan kemajuan bank dalam melayani kebutuhan masyarakat. Bank dituntut untuk maju ke depan sebagai pemberi informasi yang cepat dan akurat sekaligus sebagai penyandang dana keuangan bagi berbagai transaksi bisnis baik berskala lokal, nasional dan internasional. Ada dua macam masyarakat yang berhubungan dengan bank, yaitu para nasabah dan masyarakat umum. Para nasabah adalah  masyarakat yang mempunyai kepentingan langsung dengan bank. Mereka adalah :
-Para penyimpan uang baik dalam bentuk giro, deposito atau tabungan
-Para penerima kredit bank (debitur)
-Penerima transfer uang
-Pengirim transfer uang
-Para pedagang perantara pasar modal            
Sistem Manajemen Dana Bank
1.  Fungsi utama bank :
1.Menghimpun dana masyarakat
2.Memberikan kredit
Manajemen dana bank sebagai suatu proses pengelolaan penghimpunan dana – dana dari masyarakat ke dalam bank dan pengalokasian dana – dana tersebut bagi kepentingan bank dan masyarakat pada umumnya serta pemupukannya secaa optimal melalui pergerakan semua sumber daya yang tersedia  demi mencapai tingkat rentabilitasyang memadai sesuai dengan batas ketentuan peraturan yang berlaku.
Ruang lingkup kegiatan manajemen bank dengan bertitik tolakdari pengertian dan definisi diatas adalah:
Segala aktifitas bank dalam rangka penghimpunan dana – dana masyarakat
Aktifitas bank untuk menjaga kepercayaan masyarakat dengan penyediaan uang tunai bagi pemeliharaan kepentingan masyarakat penyimpanan
Penempatan dana dalam bentuk kredit sebagai usaha pelayanan kebutuhan uang masyarakat dan penempatan dana dalam bentuk lain, baik bersifat jangka pendek maupun jangka panjang, demi kepentingan rentabilitas (profitability) Pengelolaan modal bank agar dapat berfungsi wajar sesuai dengan perannya selaku penggerak aktifitas
2.  Sumber – sumber Dana Bank
            Dana bank adalah uang tunai yang dimiliki bank ataupun aktiva lancar yang dikuasai bank dan setiap waktu dapat diuangkan. Dana – dana bank yang digunakan sebagai modal operasional bersumber dari :
a. Dana modal sendiri (dana pihak ke-1), yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham bank yang terdiri dari :
            - modal yang disetor
            - cadangan – cadangan
            - laba yang ditahan
b. Dana pinjaman dari pihak luar (dana pihak ke-2),yaitu pihak yang memberikan pinjaman dana (uang) pada bank terdiri dari :
            - pinjaman dari bank –bank lain (call money)
            - pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lain di luar negeri
            - pinjaman dari lembaga keuangan bukan bank
            - pinjaman dari bank sentral (BI)
c. Dana dari masyarakat (dana pihak ke-3), yaitu dana – dana dari masyarakat yang disimpan di bank adalah merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan bank dan terdiri dari :
            - giro (demand deposits)
            - deposito (time deposits)
            - tabungan (saving)
Sistem Manajemen Dana Bank syariah
Manajemen dana bank syariah adalah upaya yang dilakukan oleh lembaga bank syariah dalam men gelola atau mengatur dana yang diterima dari aktifitas funding untuk disalurkan kepada aktifitas financing, dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi criteria-kriteri likuiditas, rentabilitas, dn solvabilitasnya. Sebagaimana halnya dengan bank konvensional, bank syriah juga mempunyai peran sebagai lembaga perantara (intermediary) antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (surplus unit) dengan unit lain yang mengalami kekurangan dana (deficit unit). Melalui bank, kelebihan dan tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak.
Bank berbasis bunga melaksanakan peran tersebut melalui kegiatanya sebagai peminjam dan pemberi pinjaman. Para pemilik dana tertarik untuk menyimpan dana di bank berdasarkan tingkat bunga yang dijanjikan. Demikian pula bank memberikan pinjaman kepada pihak-pihak yang memelurkan dana berdasarkan kemampuan mereka membayar tingkat bunga tertentu. Hubungan antara bank dengan nasabahnya adalah hubungan antara kreditur dan debitur.
Berbeda dengan bank konvensional, hubungan antara bank syariah dengan nasabahnya bukan hubungan antara debitur dengan kreditur, melainkan hubungan kemitraan antara penyandang dana (shohibul maal) dengan pengelola dana (mudharib). Oleh karena itu tingkat laba bank syariah bukan saja berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil untuk para pemegang saham, tetapi juga berpengaruh terhadap bagi hasil yang dapat diberikan kepada nasabah kepada penyimpan dana. Dengan demikian kemampuan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai penyimpan harta, pengusaha dan pengelola investasi yang baik (professional investment manager) akan sangat menentukan kualitas usahanya sebagai lembaga intermediary dan kemampuan mengsilkan laba.[2]
 Fungsi dana bank syariah
Dalam menjalankan operasinya bank syarih memiliki empat fungsi sebagai berikut:
        sebagai penerimaan amanah uantuk melakukan investasi dana-dana yang dipercayakan oleh pemegang rekening investasi/deposan atau dasar prinsip bagi hasil dengan kebijakan investasi bank.
        sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki pemilik dana atau shohibul maal sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana.
        sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
         sebagai pengelola fungsi sosial
Tujuan manajemen dana bank syariah
Manajemen dana mempunyai tujuan sebagai berikut:
 -memperoleh profit yang optimal
 -menyediakan akhir cair dan kas yang memadai
 - penyimpan cadangan
- mengelola kegitan-kegiatan lembaga ekonomi dengan kebijakan yang pantas bagi seseorang yang
-bertindak sebagai pemelihara dana-dana orang lain.
- memnuhi kebutuhan masyarakat akan pembiayaan.
Dari tujuan-tujuan diatas bila diamati akan terdapat kontradiksi antara tujuan yang satu dengan yang lainya. Misalnya disatu sisi bertujuan untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya. Tentunya ini dapat direalisasi dengan memberikan pembiayaan yang sebesar-besarnya, namun disisi lain kita juga harus menyediakan dana kas untuk memenuhi kewajiban-kewajiban segera dibayar yang harus didukung oleh tersedianya dana yang memadai
Bank syariah dirancang untuk melakukan fungsi pelanggan sebagai lembaga keuangan bagi para nasabah dan masyarakat. Untuk itu bank syariah harus mengelola dana yang dapat digolongakn sebagai berikut:
1. kekayaan bank syariah dalam bentuk:
a. kekayaan yang menghasilkan (aktiva produkif) yaitu pembiayaan untuk debitur serta penempatan dana di bank atau investasi lain yang menghasilkan pendapatan.
b. Keklayaan yang tidak menghasilkan yaitu kas dan investasi (harta tetap).
2. modal bank syariah berasal dari:
a. modal sendiri yaitu simpanan pendiri (modal), cadangan dan hibah, infaq atau shodakoh.
b. Simpanan atau hutang dari pihak lain
3. pendapatan uasaha keuangan bank syariah berupa bagi hasil atau mark up dari pembiayaan yang diberikan dan biaya administrasi serta jasa tabungan bank syariah
4. biaya yang harus dipikul oleh bank syariah yaitu biaya operasi, biaya gaji manajemen, kantor dan bagi hasil simpanan nasabah penabung.
Untuk mengatasi hal tersebut pihak bank syariah dapat melakukan kegiatan manajemen sebagai berikut:
1. rencana keuangan (budgeting)
2. batasan dan pengukuran atas:
a. struktur modal
b. pemeliharaan liquiditas
c. pengawasan efisiensi
d. rentabilitas
e. aktifa produktif (pembiayaan).
Sumber-sumber dana bank syariah
Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasasi oleh bank dalam bentuk tunai, atau aktiva lain yang dapat lain yang segera diubah menjadi uang tunai. Berasal dari pemilik bank itu sendiri juga berasal dari titipan atau pemyertaan orang lain atau pihak lain yang sewaktu-waktu atau pada waktu tertentu akan ditarik kembali baik sekaligus maupun secara berangsur-angsur.
Dalam pandangan syariah uang bukanlah merupakan suatu komoditi merupakan hanya merupakan alat untuk mencapai pertumbuhan nilai ekonomi. Uang harus dikaitkan dengam kegiatan ekonomi dasar (primary economic aktivities) baik menufaktur sewa-menyewadan lain-lain. Secara tidak langsung melalui penyertaan modal guna melakukan salah satu atau seluruh kegiatan tersebut.
Berdasarkan perinsip tersebut bank syaruah dapat menarik dana pihak ketiga atau masyarakat dalam bentuk:
a) Titipan (wadi’ah) yaitu simpanan yang dijamin keamanan dan pengembalianya (guranted deposit) teapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan.
b) Partisipasi modal bagi hasil dan berbagi resiko (non guranted account) untuk investasi umum (general investment account atau mudharabah mutlaqoh) dimana bank akan membayar bagian keuntungan secara proporsional dengan portofolio yang didanai dengan modal tersebut
c) Investasi kusus (special investment account atau mudharabah muqayyadah) dimana bank bertindak sebagai manajer investasi intuk memperoleh fee, jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil resiko atau investasi itu.
Dengan demikian sumber dana bank syariah terdiri dari:
1. modal inti (core capital)
modal inti adalah modal sendiri, yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham bank, yakni pemilik bank. Pada umumnya dana modal inti terdiri dari:
a. modal yang disetor oleh para pemegang saham, sumber utama dari modal perusahaan adalah saham
b. cadangan yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya risiko kerugain dikemudian hari
c. laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui rapat umum pemegang saham) diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank
2. kuasi ekuitas (mudharabah accaount)
bank menghimpun dana bagi hasil atas dasar prinsip mudaharabah yaitu akad kerja sama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengusaha (mudharib)umtuk melakukan suatu usaha bersama dan pemilik dana tidak boleh mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari.
Berdasarkan prinsip ini, dalam kedudukanya sebagai mudharib, bank menjadi jasa bagi para investor berupa:
a. rekening investasi umum dimana bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana mereka dalam bentuk investasi berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqoh
b. rekening investasi khusus, dimana bank bertindak sebagai manajer investasi bagi nasabah institusi (pemerintah atau lembaga keuangan lain) atau nasabah korporasi untuk menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha atau proyek yang mereka setujui
c. rekening tabungan mudhorobah, primsib mudhorobah juga bisa I gunakan untuk jasa pengelolaan rekening tabunangan. Bank syariah melayani tabungan mudhorobah dalam bentuk targeted savung di maksudkan untuk seatu pencapaian target kebutuan dalam jumlah dan atau jangka atau waktu tertentu reklening ini tidak di berikan fasilitas ATM.
3. titipan (wadi’ah) tau simpanan tanpa imbalan (non remurerated deposit)
Dana titipan adalah dana pihak ketiga pihak ketiga pada pihak bank, yang umumnya berupa giro atau tabungan. Pada umumnya motivasi utama orang menitipkan dana pada bank adalah untuk keamanan mereka dan memperoleh keluasan untuk menarik dananya kembali.


BUNGA DAN BAGI HASIL


BUNGA DAN BAGI HASIL
Banyak orang yang tidak berkecimpung dalam bidang keuangan yang bingung membedakan sistem bunga flat dan efektif. Bahkan seringkali rancu mencampuradukkan dengan istilah fixed danfloating.
Bunga Flat adalah sistem perhitungan suku bunga yang besarannya mengacu pada pokok hutang awal.Biasanya diterapkan untuk kredit barang konsumsi seperti handphone, home appliances, mobil atau kredit tanpa agunan (KTA). Dengan menggunakan sistem bunga flat ini maka porsi bunga dan pokok dalam angsuran bulanan akan tetap sama. Misalnya besarnya angsuran adalah satu juta rupiah dengan komposisi porsi pokok 750 ribu dan bunga 250 ribu. Maka, sejak angsuran pertama hingga terakhir porsinya akan tetap sama.
Sistem bunga efektif adalah kebalikan dari sistem bunga flat, yaitu porsi bunga dihitung berdasarkan pokok hutang tersisa. Sehingga porsi bunga dan pokok dalam angsuran setiap bulan akan berbeda, meski besaran angsuran per bulannya tetap sama. Sistem bunga efektif ini biasanya diterapkan untuk pinjaman jangka panjang semisal KPR atau kredit investasi.
Dalam sistem bunga efektif ini, porsi bunga di masa-masa awal kredit akan sangat besar di salam angsuran perbulannya, sehingga pokok hutang akan sangat sedikit berkurang. Jika kita hendak melakukan pelunasan awal maka jumlah pokok hutang akan masih sangat besar meski kita merasa telah membayar angsuran yang jika ditotal jumlahnya cukup besar.
Jika dibandingkan kedua sistem bunga itu, maka masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan.Kelebihan sistem bunga flat adalah jika kita hendak melakukan pelunasan awal, maka porsi pokok hutang yang berkurang cukup sebanding dengan jumlah uang yang telah kita angsur.Namun kelemahannya, bunga itu cukup besar karena dihitung dari pokok hutang awal.
Sistem bunga efektif akan lebih berguna untuk pinjaman jangka panjang yang tidak buru-buru dilunasi di tengah jalan, karena jika kita membandingkan nominal bunga yang kita bayarkan, jauh lebih kecil dari sistem bunga flat.
Berdasarkan hitung-hitungan kasar saya, nominal yang dihasilkan perhitungan suku bunga flat kira-kira hampir dua kali suku bunga efektif; misalnya kredit dengan bunga 5% flat itu kira-kira sama dengan kredit 10% bunga efektif.
Dengan mengambil contoh kredit mobil di atas, maka sebenarnya besarnya angsuran sebesar IDR 3.833.334 itu jika menggunakan metode perhitungan bunga efektif, maka bunga yang dikenakan pada debitur itu sekitar 10%.Sedangkan jika kita menggunakan sistem efekti dengan tingkat suku bunga 5%, maka besarnya angsuran hanya IDR 3.596.508.
Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad).Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah terdiri dari dua sistem, yaitu:
a.        Profit Sharing
b.       Revenue Sharing

1.       Pengertian Profit Sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan.Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba.[1] Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).[2]
Di dalam istilah lainprofit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.[3]Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.
Sistem profit and loss sharing  dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama[4] sesuai porsi masing-masing.
Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya.
Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance.[5] Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total revenue.

2.       Pengertian Revenue Sharing
Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan.Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian.[6]Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan.
Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales revenue).[7]
Dalam arti lainrevenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut.[8]
Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba (profit). Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan.[9]
Berdasarkan devinisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa arti revenue pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan dengan harga barang tersebut. Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal (capital) ditambah dengan keuntungannya (profit).
Berbeda dengan revenue di dalam arti perbankan.Yang dimaksud dengan revenue bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga bank yang diterima dari penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh bank.[10]
Revenue pada perbankan Syari'ah adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank.[11] Perbankan Syari'ah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana.[12]
Lebih jelasnya Revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.[13] Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank.[14]

A.    Jenis-jenis Akad Bagi Hasil
Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah, Muzara’ah dan Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil,  pada umumnya bank syariah menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan Mudharabah.
a.       Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss  Sharing)
Adalah mencampurkan salah satu dari macam harta  dengan harta lainnya sehingga tidak dapat dibedakan di antara keduanya.[15] Dalam pengertian lain musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.[16]
Penerapan yang dilakukan Bank Syariah, musyarakah adalah suatu kerjasama antara bank dan nasabah dan bank setuju untuk membiayai usaha atau proyek secara bersama-sama dengan nasabah sebagai inisiator proyek dengan suatu jumlah berdasarkan prosentase tertentu dari jumlah total biaya proyek dengan dasar pembagian keuntungan dari hasil yang diperoleh dari usaha atau proyek tersebut berdasarkan prosentase bagi-hasil yang telah ditetapkan terlebih dahulu.[17]

b.       Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Adalah suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.[18]
Kontrak mudharabah dalam pelaksanaannya pada Bank Syariah nasabah bertindak sebagai mudharibyang mendapat pembiayaan usaha atas modal.






























MANAJEMEN RISIKO LIKUIDITAS


Nama  :        Slamet Riyadi

Prodi  :        Perbankan Syariah

MANAJEMEN RISIKO LIKUIDITAS
Risiko likuiditas adalah risiko yang muncul jika suatu pihak tidak dapat membayar kewajibannya yang jatuh tempo secara tunai. Meskipun pihak tersebut memiliki aset yang cukup bernilai untuk melunasi kewajibannya, tapi ketika aset tersebut tidak bisa dikonversikan segera menjadi uang tunai, maka pihak tersebut dikatakan tidak likuid.

Hal ini bisa terjadi jika pihak pengutang tidak dapat menjual hartanya karena tidak adanya pihak lain di pasar yang berminat membelinya. Hal ini berbeda dengan penurunan drastis harga aktiva, karena pada kasus penurunan harga, pasar berpendapat bahwa aktiva tersebut tak bernilai. Tidak adanya pihak yang berminat menukar (membeli) aktiva kemungkinan hanya disebabkan karena kesulitan mempertemukan kedua belah pihak. Karenanya, risiko likuiditas biasanya lebih besar kemungkinan terjadi pada pasar yang baru tumbuh atau bervolume kecil.

Risiko likuiditas merupakan suatu risiko keuangan karena adanya ketidakpastian likuiditas. Suatu lembaga dapat berkurang likuiditasnya jika peringkat kreditnya turun, mengalami pengeluaran kas yang tak terduga, atau peristiwa lain yang menyebabkan pihak lain menghindari transaksi atau memberikan pinjaman ke lembaga tersebut. Suatu perusahaan juga dapat terpapar terhadap risiko likuiditas jika pasar yang diikutinya mengalami penurunan likuiditas.
Risiko Likuditas adalah risiko terjadinya kerugian yang merupakan akibat dari adanya kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangka pendek dan aktiva yang pada umumnya berjangka panjang. Besar kecilnya risiko likuditas ditentukan antara lain:
a. Kecermatan dalam perencanaan arus kas atau arus dana berdasarkan prediksi pembiayaan dan prediksi pertumbuhan dana, termasuk mencermati tingkat fluktuasi dana;
b. Ketepatan dalam mengatur struktur dana termasuk kecukupan dana-dana non PLS;
c. Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas; dan
d. Kemampuan menciptakan akses ke pasar antar bank atau sumber dana lainnya, termasuk fasilitas lender of last resort.
Apabila kesenjangan tersebut cukup besar maka akan menurunkan kemampuan Bank untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu untuk mengantisipasi terjadinya risiko likuiditas, maka diperlukan manajemen likuiditas, yang mana pengelolaan likuiditas bank juga merupakan bagian dari pengelolaan liabilitas.
Dalam mengantisipasi terjadinya Risiko Likuditas, aktivitas Manajemen Risiko yang umumnya ditetapkan oleh Bank antara lain adalah:
a. Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan dana yang dilakukan oleh nasabah baik berupa penarikan melalui kliring maupun penarikan tunai.
b. Melaksanakan monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui incoming transfer maupun setoran tunai nasabah.
c. Membuat analisa sensitivitas likuiditas Bank terhadap skenario penarikan dana berdasarkan pengalaman masa lalu atas penarikan dana bersih terbesar yang pernah terjadi dan membandingkannya dengan penarikan dana bersih rata-rata saat ini. Dari analisa tersebut dapat diketahui tingkat ketahanan likuiditas Bank.
d. Selanjutnya Bank menetapkan secondaryreserve untuk menjaga posisi likuiditas Bank, antara lain menempatkan kelebihan dana ke dalam instrumen keuangan yang likuid.
e. Menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada kantor-kantor cabang Bank. Melaksanakan fungsi AL
Konsep Manajemen Likuiditas - Cash Flow Concept
Pelaksanaan manajemen likuiditas dalam konsep ini lebih menitikberatkan pada arus dana masuk (cash in) dan arus dana keluar (cash out). Kebijakan penentuan posisi likuiditas bank dibuat berdasarkan posisi neto  dari arus dana masuk dan arus dana keluar dalam satu periode pengamatan dengan memperhatikan kecenderungan suku bunga.
Secara garis besar aliran dana (Cash Flow) bank terdiri dari 2 (dua) aliran (flow) dana yaitu:
Aliran dana berdasarkan Kontrak (Contractual  basis), yaitu aliran dana berdasarkan kontrak yang telah disepakati antara bank dengan nasabah, seperti  maturity date atau tanggal jatuh tempo. Aliran dana berdasarkan karakteristik atau kebiasaan nasabah nasabah (Behavior  basis), yaitu aliran dana berdasarkan karakter atau kebiasaan nasabah dalam berhubungan dengan bank.
Langkah – langkah pengelolaan likuiditas dalam cash flow concept dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Penyusunan Basic Surplus.
Yaitu suatu table yang menggambarkan posisi neto antara dana masuk (Cash In) dengan dana keluar (Cash Out) dalam satu tanggal tertentu. Basic Surplus merupakan dasar operasi harian bank dan juga sering disebut dengan Posisi Likuiditas bank (Liquidity Position) dan apabila disusun dalam beberapa tanggal/periode disebut dengan Liquidity Profile. Basic Surplus positif berarti bank kelebihan dana dan Basic Surplus negatif berarti bank  kekurangan dana. Kemudian dari cashflow tersebut disusunlah besar kecilnya suatu Liquidity Need Ratio yang merupakan persentase Net Funding Requirement dengan Interest Sensitive Funds. Hal inilah yang manjadi dasar penetapan posisi likuiditas dengan terlebih dahulu memperkirakan perubahan suku bunga. Jika suku bunga pada periode mendatang diperkirakan akan meningkat, maka diusahakan memperkecil rasio likuiditas, begitu pula sebaliknya, apabila kecenderungan suku bunga pada periode yang akan datang menurun, maka diusahakan memperbesar rasio likuiditas.
 c. Penyusunan Liquidity Index
Yaitu konsep yang ingin mengetahui keadaan likuiditas bank secara keseluruhan. Apabila Liquidity Need di atas digunakan untuk pengambilan keputusan dalam jangka yang relatif pendek misalnya 1 bulan s/d 2 bulan maka liquidity index ini digunakan untuk mengetahui global likuiditas bank. Dari gambaran liquidity index maka bank akan dapat melakukan penyesuaian yang diperlukan dalam mengatur jangka waktu asset liability dan dikaitkan dengan kondisi eksternal (suku bunga dan “availability of funds”) agar bank terhindar dari risiko likuiditas. Salah satu Risiko yang dihadapi Bank dalam kegiatan usahanya adalah Risiko Likuiditas. Risiko Likuiditas adalah Risiko yang diakibatkan ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. Ketidakmampuan Bank memperoleh pendanaan untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat sehingga semakin meningkatkan Risiko Likuiditas, dan selanjutnya dapat mempengaruhi aspek-aspek keuangan lainnya yang dapat mengancam kelangsungan usaha Bank.
Mengingat permasalahan likuiditas dapat memberikan dampak yang signifikan, maka Bank wajib menerapkan Manajemen Risiko Likuiditas secara efektif.  Namun demikian, dalam penerapan manajemen risiko, penambahan modal bukanlah satu-satunya pilihan untuk antisipasi risiko. Hal utama yang harus dilakukan adalah meningkatkan kualitas manajemen risiko yaitu antara lain melalui penetapan limit internal, pemeliharaan alat likuid yang cukup, serta perbaikan internal control. Tujuan utama dari penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas adalah untuk memastikan kecukupan dana secara harian baik pada saat kondisi normal maupun kondisi krisis dalam pemenuhan kewajiban secara tepat waktu dari berbagai sumber dana yang tersedia, termasuk memastikan ketersediaan aset likuid berkualitas tinggi. Sasaran Kebijakan Manajemen Risiko Likuiditas adalah  mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan jalannya aktivitas/kegiatan usaha Bank dengan tingkat risiko likuiditas yang wajar secara terarah, terintegrasi, dan berkesinambungan. Sehingga manajemen risiko likuiditas berfungsi sebagai filter atau pemberi peringatan dini (early warning system).
Agar pengukuran, pemantauan dan pengendalian seluruh risiko likuiditas dapat berkesinambungan, maka proses pengelolaan dan pengendalian risiko likuiditas perlu dilakukan secara sistematis dan built in control oleh setiap unit kerja.